Kapan, masyarakat bebas buta aksara? Untuk menjawab pertanyaan diatas perlu kajian dan pemikiran yang tidak mudah dan butuh waktu yang panjang. Setelah merdeka hampir 65 tahun,ketertinggalan dalam segala bidang pada umumnya dan di bidang pendidikan pada khususnya masih terjadi. Untuk dapat mencapai kemajuan dan mengejar ketertinggalan dibutuhkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dan syarat utama untuk dapat memperoleh pengetahuan dan teknologi adalah membaca dan membaca. Membaca harus dapat menjadi suatu budaya bagi masyarakat, agar kebodohan, kemiskinan, keterbelakangan, dan ketidakberdayaan yang menjadi faktor penghambat perkembangan peradaban dan pembangunan manusia dapat dituntaskan. Saat ini masih banyak daerah yang mempunyai tingkat buta aksara yang tinggi, terutama propinsi yang mempunyai penduduk yang padat seperti Jabar, Jateng dan Jatim.
Diantara negara-negara Asia Tenggara, kualitas hidup di Indonesia masih kalah ketimbang Singapura yang berada di rangking 23 (HDI 0,944), Brunei (peringkat 30/HDI 0,920), Malaysia (peringkat 66/ HDI 0,829), Thailand (rangking 86/HDI 0,783) dan Filipina (urutan 105/HDI 0,751). Namun, HDI Indonesia masih lebih baik dari Vietnam (116) dan Laos (133).Badan Perserikatan Bangsa-bangsa untuk Pembangunan (UNDP) menempatkan Indonesia ke posisi 111 dari 182 negara dalam pemeringkatan Indeks Pembangunan Manusia (HDI) tahun ini. Indonesia mencatat HDI 0,734 sehingga dikelompokkan sebagai negara berkembang.HDI merupakan pengukur perkembangan pembangunan kemanusiaan jangka panjang. HDI dihitung dari tiga unsur yaitu lama harapan hidup, akses terhadap pengetahuan yang dinilai dari tingkat melek huruf dan jumlah pendaftar pendidikan formal dan pengeluaran keluarga.
Pendidikan nonformal sebagai salah satu jalur pendidikan dalam sistem pendidikan nasional memiliki banyak program, yang satu di antaranya adalah program Keaksaraan Fungsional, yang diselenggarakan untuk mengatasi masalah buta aksara. Dalam UU nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dinyatakan bahwa pendidikan diselenggarakan melalui tiga jalur yaitu: pendidikan formal, pendidikan nonformal dan pendidikan informal. Dengan demikian diharapkan dicapai pemerataan kesempatan belajar pada semua jalur, jenis dan jenjang pendidikan bagi semua kelompok penduduk secara adil, tidak diskriminatif dan demokratis tanpa membedakan tempat tinggal, status ekonomi, jenis kelamin, agama, kelompok etnis dan kelainan fisik, emosi., mental serta intelektual..
Untuk tingkat pendidikan warga masyarakat Kabupaten Ponorogo masih bisa dikatakan relatif rendah, hal ini masih banyaknya warga masyarakat yang menyandang buta aksara, sebanyak 14.360 warga masih tergolong buta huruf untuk usia 45 – 60 tahun. Kendatipun tiap tahun telah berkurang, namun hingga saat ini angka penyandang buta aksara masih ada.. Dengan fakta tersebut menunjukkan bahwa di kabupaten Ponorogo masih diperlukan penanganan yang serius terhadap masalah pendidikan untuk masyarakat buta aksara. Walaupun secara angka masih cukup banyak, tapi sebenarnya dibawah lima persen dari total warga di usia tersebut. Dan dibawah lima persen masih termasuk kategori kecil. Belum dapatnya semua warga masyarakat bisa terlayani dalam program pendidikan, baik pendidikan formal maupun pendidikan non formal. Berbagai faktor penyebab masih rendahnya tingkat pendidikan masyarakat, antara lain: karena tidak mampu dalam hal biaya, tinggal di daerah yang jauh dari layanan pendidikan, tidak ada kesempatan untuk mengikuti program pendidikan karena harus bekerja mencari nafkah. Warga masyarakat yang buta aksara ini sebagian besar tinggal di pelosok pedesaan di wilayah Kab Ponorogo Dilihat dari keadaan geografisnya, Kabupaten Ponorogo dapat di bagi menjadi 2 sub area, yaitu area dataran tinggi yang meliputi kecamatan Ngrayun, Sooko, Pudak,Sawoo, dan Pulung serta Kecamatan Ngebel sisanya merupakan daerah dataran rendah dan mempunyai dua iklim yaitu penghujan dan kemarau.
Permasalahan bahasa menjadikan penghambat program,karena masih banyak banyak masyarakat yang menyandang buta aksara menggunakan bahasa daerah. Komunikasi yang digunakan dapat digunakan dengan bahasa campuran, bahasa daerah dan bahasa Indonesia,sehingga secara bertahap diharapkan dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Dengan cara menggunakan kata-kata dan kalimat yang setiap hari sudah sering digunakan.Tentang masalah ekonomi masyarakat juga menjadikan program ini masih kurang dapat berjalan dalam proses pembelajarannya. Masyarakat masih masih berpola pikir dengan pekerjaan yang dijalani bertahun-tahun dan sudah merasa dapat hidup, walaupun sebenarnya penghasilannya masih kurang Untuk perlu juga memberikan penjelasan yang bisa diterima, bahwa program keaksaraan dapat meningkatkan produktivitas seseorang dalam melaksanakan pekerjaan . Untuk masalah sosial budaya, diberikan contoh nyata bahwa masyarakat yang dapat membaca menulis bisa memperoleh kebutuhan informasi dan berbagai kesulitan dalam lingkungannya, dibandingkan dengan orang yang masih menyandang buata aksara. Walaupun orang yang menyandang buta aksara bisa menggunakan sandi-sandi dan tanda tertentu tetapi orang yang dapat membaca tulis mempunyai dua macam simbol dalam dua tingkatan Orang yang dewasa secara psikologis mengharapkan pujian,dan ganjaran dalam melaksanakan kegiatan belajar. Untuk perlu dorongan atau motivasi yang memberikan kepuasan sebagai suatu tindakan yang bermakna serta bermanfaat bagi kehidupan mereka. Mengenai manfaat memang semua bermanfaat tetapi ada yang manfaatnya masih lama tertunda .bahwa masyarakat yang masih menyandang buta aksara sudah berhadapan langsung dengan kebutuhan hidup sehari-hari dan permasalahan lainnya.
Program keaksaraan fungsional sebenarnya mempunyai harapan yang baik bagi peserta didik, namun demikian gerakan program ini, bagi masyarakat secara umum masih bukan merupakan program yang menarik.bagi sebagian besar masyarakat yang telah bekerja dan masyarakat yang tidak mempunyai pekerjaan tetap yang masih menyandang buta aksara tidak tertarik dengan program kf,karena kebutuhan hidup sehari-hari masyarakat yang masih mengalami masalah dalam calistung ini tidak secara sukarela untuk mau mengikuti program belajar membaca dan menulis..Mereka tidak tahu dan tidak ingin terlibat dalam permasalahan keaksaraan untuk peningkatan mutu kehidupan. Berbagai kenyataan yang ada disekitar kehidupan sehari-hari, banyak masyarakat yang telah mengikuti pendidikan juga tidak berubah dalam pola kehidupan dan pola berpikir.Masyarakat yang sudah pernah belajar membaca dan menulis, mereka juga tidak tahu akan melakukan keguatan apa dengan kecakapan barunya tersebut, atau setelah memperoleh kemampuan. Dengan mengikuti program keaksaraan fungsional belum tentu dapat memecahkan masalah-masalah kebutuhan hidup harian dan secara bersamaan menghubungkan keaksaraan dengan kebutuhan ekonomi, kebutuhan sosial dan aspirasi politik
Dalam rangka memperluas akses penyelenggaraan pendidikan khususnya pendidikan untuk warga masyarakat yang buta aksara, mempunyai peluang untuk memberikan layanan program Pendidikan Nonformal melalui program Keaksaraan Fungsional. Untuk itu perlu didukung dari berbagai pihak baik masyarakat, tokoh masyrakat dan semua pihak yang mempunyai komitmen mengentaskan masyarakat dari permasalahahan pendidikan, khususnya program keaksaraan fungsional. Juga harus dengan adanya dukungan dana dari APBD dan atau APBN untuk program pengentasan buta aksara agar bisa berjalan secara optimal. Keaksaraan fungsional telah cukup lama diperkenalkan dan merupakan program yamg berpengaruh dalam pembangunan pendidikan lewat Keaksaraan fungsional. Berbagai pihak mempunyai kepedulian terhadap program tersebut baik pendidik,para ahli pembangunan ekonomi, pekerja pembangunan desa,lembaga-lembaga penyebar inovasi, para perencana dan pelaksana pada lembaga-lembaga internasional tampaknya banyak yang perduli dengan pemberantasan buta aksara melalui program keaksaraan fungsional karena keaksaraan dapat mempunyai fungsi atau peran membangkitkan pembangunan sosial ekonomi suatu masyarakat. Hasil yang diharapkan dari penyelenggaraan pendidikan keaksaraan bagi masyarakat agar dapat memperoleh keterampilan dasar untuk baca, tulis, hitung dan mampu berbahasa Indonesia. Dan memperoleh keterampilan-keterampilan fungsional yang bermakna bagi kehidupannya sehari-hari. Beberapa permasalahan yang bisa menghambat program ini antara lain :bahasa, ekonomi, sosial budaya, dan motivasi
Untuk menjadikan keaksaraan fungsional terlaksana dengan baik ,ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dan dipahami, agar dapat di implementasikan dalam pelaksanaan kegiatan program. Beberapa hal yang bisa menghambat program ini antara lain :bahasa,ekonomi,ideologi politik ,sosial budaya,letak geografis dan motivasi,dapat diupayakan agar dapat berjalan dengan baik sesuai tujuan yang ditetapkan.Untuk itu dipilih sasaran program pendidikan keaksaraan fungsional adalah warga masyarakat penyandang buta aksara dan putus sekolah dasar kelas 1 sampai kelas 3 yang benar-benar membutuhkan Buta aksara merupakan penghambat utama bagi individu penyandangnya untuk mengakses informasi dan mengembangkan pengetahuan, ketrampilan dan sikapnya. Akibatnya mereka tidak mampu beradaptasi dan berkompetisi untuk bisa bangkit dari himpitan kebodohan, kemiskinan dan keterpurukan dalam kehidupannya. Melalui program pendidikan keaksaraan, diharapkan warga masyarakat tersebut menjadi bebas buta aksara dengan indikator bahwa bebas buta aksara tidak hanya sekedar bebas buta aksara dan angka, bebas buta bahasa Indonesia, dan bebas buta pendidikan dasar. Tetapi diartikan lebih luas dalam rangka mengembangkan kemampuan seseorang untuk menguasai dan menggunakan ketrampilan baca-tulis-hitung, kemampuan berpikir dan kemampuan mengamati dan menganalisa, untuk masalah hidup dan kehidupannya dengan memanfaatkan potensi yang ada dilingkungannya.
Agar supaya program dapat terlaksana dengan baik sesuai harapan. dalam perencanaannya perlu dilakukan analisis lingkungan stategis, analisis lingkungan strategis tersebut adalah sebagai berikut:
1) Kekuatan , dengan indikator adanya sasaran program pendidikan keaksaraan fungsional , terdapatnya tutor yang sudah berpengalaman, terdapatnya sarana dan prasarana untuk proses pembelajaran, adanya lembaga yang bersedia menjadi mitra dalam penyelenggaraan program misalnya PKBM dan PKK,satuan pendidikan lainnya.
2) Kelemahan dengan indikator antara lain rendahnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya pendidikan, masih cukup banyaknya masyarakat miskin, sehingga tuntutan ekonomi kelauarga lebih diutamakan daripada masalah pendidikan, tidak tersedianya dana yang cukup dari pemda setempat untuk penyelenggaraan program pendidikan keaksaraan, serta belum optimalnya koordinasi antara lembaga yang menangani program PNF khususnya program KF;
3) Peluang dengan indikator adanya pengembangan model dalam penyelenggaraan program pendidikan keaksaraan, adanya dana BOP (Bantuan Operasional Penyelenggaraan) untuk penyelenggaraan program pendidikan keaksaraan, adanya tokoh yang mempunyai pengaruh bisa membantu pelaksanaan program, adanya tuntutan harus bisa baca-tulis-hitung, bagi warga masyarakat yang akan bekerja keluar kota maupun keluar negeri, tingginya tuntutan pemenuhan kebutuhan hidup, sehingga membuat banyak orang ingin mancari tambahan penghasilan melalui ketrampilan yang diajarkan dalam program KF, bermanfaat untuk hal tersebut);
4) Ancaman: dengan indikator mayoritas dari sasaran, memiliki pekerjaan sebagai buruh tani. Sehingga pada saat musim ke sawah, dikhawatirkan mereka tidak datang ke panti belajar, b) Rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap kebermanfaatan program KF untuk kehidupan mereka, c) Tingginya angka masyarakat yang masa bodoh terhadap perubahan nasib mereka sendiri menuju hidup lebih baik dan layak. Berdasarkan hasil analisis lingkungan strategis tersebut, maka dibuatlah rencana strategis. Rencana strategis pendidikan keaksaraan fungsional adalah tercapainya penurunan buta aksara melalui perluasan akses, perbaikan kinerja para pendidik dan tenaga kependidikan pendidikan keaksaraan fungsional, mengoptimalkan kekuatan dan peluang, serta meminimalkan kelemahan dan ancaman.
Oleh : Lambang Prasetyo,PB Muda